Pasar merupakan merupakan satu institusi sebagai arena peraktik transaksi ekonomi berlangsung, dan telah ada sejak manusia mulai mengenal pertukaran dalam pemenuhan hidupnya. Seiringan dengan perkembangan yang dialami masyarakat, pasar mengalami perkembangan, dan dewasa ini dikenal ada dua jenis pasar : pasar tradisional dan pasar modern. Kedua jenis pasar ini memiliki karakter dan pelaku yang realatif berbeda meski tak jarang keduanya berjalan seiring.
Pasar tradisional merupakan ajang transaksi komoditas kebutuhan subsiten yang prosesnya dan modelnya masih diwarnai dengan ekonomi pedesaan dengan tradisi-tradisi lama dengan aktor pedagang tradisional (subsistent economy). Pasar serupa ini termasuk dalam kategori sektor ekonomi informal. Sementara pasar modern merupakan ajang peraktek ekonomi perkotaan yang sangat berbeda dan diwarnai oleh sain dan teknologi modern, baik dari komoditas, aktor bahkan proses dan aturan mainnya.
Pada pasar tradisional dalam perakteknya diwarnai oleh tradisi yang sangat kental dengan nilai-nilai dan norma-norma etika tradisi sehingga tak jarang muncul berbagai macam diliema-dilema rasionalitas ketika bertemu dua pelaku pasar (penjual dan pembeli) dengan kepentingan yang berbeda. Kondisi dilematis pedagang dalam pasar tradisional berada pada upaya mengakumulasi keuntungan dan desakan sosial harus dermawan dan berbudi agar tidak di cap sebagai pedagang yang yang rakus dan kikir. Untuk mengatasi hal ini berbagai strategi digunakan sehingga keuntungan terpenuhi sementara masyarakat konsumen tetap dipuaskan. Simbol-simbol moralitas dan religius bermain, hingga pada harga yang yang diatur oleh tawar menawar yang oleh Geerzt disitilahkan Sliding price system (sistem harga luncur) bagi pedagangan jawa.
Sebagai jalan keluar, Pedagang dalam tataran mikro, mencari keuntungan ekonomis selalu bermain dengan kekaburan informasi yang berhubugan dengan tingkat/nilai jual yang tidak tetap, tapi dengan model harga luncur (sliding price system) (Geerzt, 1992:33) yang membuka ruang tawar menawar. Yang bermain di sini adalah kelihaian memanipulasi informasi secara efektif dalam celah-celah ketidak tahuan harga, antara yang terlalu tinggi dan yang terendah (Geerzt, 1992:34). Sementara pada tataran makro pedagang berbenturan dengan kesempatan akses di pasar yang berada di tangan penguasa pasar (pedagang besar) yang memiliki modal dan akses (kelompok minoritas atau seperti yang dikatakan oleh Evers dengan Kelompok Strategis (Evers, 1992). Menjadi sangat menarik untuk dilihat bagaimana moral yang dibangun pedangan tradionnal dewasanya untuk terus survival, dan bagaimana mereka memaknai perilaku mereka sendiri.
Berangkat dari hal di atas, maka pembahasan dalam tulisan singkat ini diarahkan pada persoalan yang berkaitan dengan ”moral ekonomi pedagang tradisional”, dengan pokok masalah sebagai berikut :
1.Bagaimanakah interaksi sosial dan ekonomi di pasar Angso Duo Jambi ?
2.Budaya ekonomi (economic culture) dan nilai apakah yang mengatur hubungan sosial di pasar Angso Duo Jambi ?
3.Bagaimana strategi peroleh melepaskan diri dari dilema ?.
Masalah-masalah tersebut dipakai sebagai pemandu untuk mengungkap nilai-nilai yang mendasari perilaku sosial ekonomi pedagang tradisional, strategi untuk survive dan moral ekonomi yang mereka bangun di Pasar Angso Duo Jambi. Dengan membongkar persoalan di atas diharapkan akan diketahui nilai yang berlaku dan pemaknaan-pemaknaan para pedagang tradisional di Pasar Angso Duo Jambi terhadap keadilan dan kedemawanan.
Sistimatka tulisan kecil terdiri dari :
1.Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah dan tujuan pembahasan.
2.Perspektif Sosiologi Ekonomi yang berisi pembahasan tentang pemikiran dan perspektif sosiologi ekonomi dari beberapa Tokoh Sosiologi.
3.Pembahasan Kasus “Moral Ekonomi Pedagang Tradisional”.
4.Diakhiri dengan kesimpulan
download artikel
0 komentar:
Post a Comment